Bahrul Hayat |
Hasil sidang isbat Kementerian Agama (Kemenag) tadi malam
dibacakan oleh Kepala Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri Kemenag H.
Mubarok. Dia menjelaskan, pemerintah menetapkan awal bulan Dzulhijjan
jatuh Jumat 28 Oktober. Dengan demikian, pelaksanaan salat Iduladha
jatuh pada Minggu 6 November. Sedangkan pelaksanaan wukuf para jemaah
haji di tanah suci, atau yang sering disebut hari Arafah, jatuh pada
Sabtu 5 November.
Mubarok yang membacakan keputusan Sidang Isbat mengatakan, data
hisab yang dihimpun BHR (Badan Hisab Rukyat) menyatakan, ijtima
menjelang awal Dzulhijjah 1432 H jatuh pada hari Kamis, tanggal 27
Oktiber 2011 bertepatan dengan tanggal 29 Dzulqaidah 1432 H sekitar pk.
02.56 WIB. Pada saat matahari terbenam posisi hilal di seluruh wilayah
Indonesia sudah di atas ufuk, dengan ketinggian hilal antara 04 derajat
dan 25 detik sampai dengan enam derajat 34 detik.
Sementara itu, Sekertaris Jenderal Kemenag Bahrul Hayat
menuturkan, sejumlah kawasan titik pantau hilal sudah melaporkan
melihat hilal Kamis lalu (27/10). "Laporan di antaranya, ada dua orang
yang sudah disumpah melihat hilal saat memantau di kawasan Jawa Timur,"
tutur Bahrul.
Dalam sidang ini, beberapa undangan menyampaikan usulan pemerintah
lebih tegas untuk mengikuti fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang
penetapan 1 Syawal, 1 Ramadan, dan 1 Dzulhijjah merujuk pada ketetapan
pemerintah. Sehingga, tidak muncul perbedaan keputusan seperti yang
terjadi pada penetapan Idulfitri 2011. Dimana ormas Muhammdiyah
mendahului lebaran versi pemerintah yang juga dianut oleh sejumlah
ormas lainnya termasuk NU.
Sementara itu, di Arab Saudi penetapan 1 Dzulhijjah lebih cepat
satu hari dibandingkan di Indonesia. Tim Media Center Haji (MCH) Humas
Kemenag melaporkan, Mahkamah Agung Arab Saudi sudah mengumumkan lebih
dulu jika 1 Dzulhijjah jatuh pada Jumat kemarin.
Dengan kuputusan Mahkamah Agung Saudi itu, berarti pelaksanaan
wukuf di Padang Arafah jatuh pada Sabtu pekan depan 5 November.
Pengadilan Saudi menegaskan jika bulan sudah tampak pada Kamis 27
Oktober.
Sementara itu, keberadaan jemaah haji nonkuota atau illegal asal
Indonesia terus menyerbu tanah suci menjelang pelaksanaan wukuf, atau
puncak ibadah haji. Kasi Pengendalian Penyelenggaraan Ibadah Haji
Khusus (PIHK) Cecep Nursyamsi kepada tim MCH Humas Kemenag menuturkan,
hingga kemarin tercatat ada 16 penerbangan yang mengangkut jemaah haji
nonkuota mendarat di Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah.
"Dari sejumlah kedatangan itu, kini ada 1.330 jemaah haji nonkuota yang
sudah tiba di Arab Saudi," kata Cecep kemarin.
Menyikapi masih suburnya keberadaan haji nonkuota ini, Dubes RI
untuk Saudi Gatot Abdullah Mansyur menilai keberadaan jemaah haji jenis
ini bisa merusak sistem penyelenggaraan haji yang sudah mulai kondusif.
"Saya berpesan, mereka yang memberangkatkan harus ditangkap dan
ditindak sesuai aturan yang ada," katanya kepada tim MCH Humas Kemenag.
Gatot menuturkan, pihak yang memberangkatkan jemaah haji nonkuota
ini adalah mafia yang berkodak dalam bentuk agen perjalanan
penyelenggaraan ibadah haji. Gatot sangat mempertanyakan kinerja KBRI
Arab Saudi di Jakarta yang bisa mengeluarkan visa untuk jemaah haji
nonkuota ini.
Menurut Gatot, pemerintah sudah berkali-kali mengonfirmasi ke KBRI
Saudi di Jakarta terkait keluarnya visa untuk jemaah haji nonkuoata
ini. "Mereka selalu mengaku tidak pernah mengelaurkan visa kepada
jemaah haji nonkuota," papar Gatot.
Dia tidak memungkiri jika pemberian visa adalah hak setiap negara.
Tapi, khusus persoalan penyelenggaraan haji, Gatot mengatakan
pengeluaran visa harus diperketat hanya untuk jamaah haji yang masuk
kuota resmi pemerintah. Sebab, petugas haji di Saudi sering kuwalahan
meladeni para jemaah haji nonkuota ini. Apalagi saat wukuf di Padang
Arafah. Gatot memaparkan banyak jemaah haji non kuoata yang nekat
menyelinap masuk ke perkemahan jemaah haji resmi.
Celakanya, temuan di lapangan banyak jemaah haji nonkuoata yang
tidak sadar jika mereka adalah illegal. Meskipun nyata-nyata mereka
tidak mengantongi dokumen perjalanan ibadah haji (DAPIH) dan gelang
haji saat memasuki Badara Internasional King Abdul Aziz.
Para jemaah ini menganggap jika mereka adalah masuk kategori
jemaah haji khusus. Alasannya, mereka sudah membayar ongkos naik haji
sekitar Rp50 juta hingga Rp70 juta untuk satu orang, layaknya tarif
haji khusus atau ONH Plus. Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali
menuturkan akan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu),
Kementerian Hukum dan HAM, sereta Kedubes Saudi di Indonesia untuk
menghentikan keberangkatan jemaah haji nonkuota.
0 komentar:
Posting Komentar